Begini Napak tilas makam tua kesultanan dari Kerajaan Pajang yang ada di Umbul Senjoyo Kota Salatiga. |
Potret makam tua Kesultanan dari Kerajaan Pajang di daerah Umbul Senjoyo Kota Salatiga |
Asifbaproject.com (Salatiga) - Sendang Senjoyo, ternyata menyimpan makam tua tokoh Kesultanan Kerajaan Pajang. Mereka adalah Ki Ageng Slamet dan Nyai Welas Asih. Makam tersebut terletak di Sendang Senjoyo Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang.
Makam Ki Ageng Slamet dan Nyai Welas Asih terletak di dalam bangunan kecil berwarna hijau. Bangunan tersebut dikelilingi oleh makam tua yang tidak terdeteksi identitasnya. Area pemakaman tersebut tidak ditandai sama sekali.
Makam tua itu dapat dikunjungi menggunakan sepeda motor. Dari Terminal Tingkir ke arah timur sampai lampu merah. Kemudian belok kanan.
Baca Juga: Catat! Ini Script Anti Bom Klik Iklan Google Adsense di Blogger
"Makam itu milik Ki Ageng Slamet dan Nyai Welas Asih. Berdasarkan versi Kesultanan Pajang, mereka adalah sosok pepunden (yang dituakan) oleh Kerajaan Pajang," kata juru kunci makam, Jaryanto, Jum'at (16/8).
Dia menambahkan, nama Ki Ageng Slamet dan Nyai Welas Asih merupakan nama samaran. Nama aslinya hanya diketahui oleh juru kuncinya saja dan tidak boleh disebarluaskan. Jika nama aslinya tersebar, dikhawatirkan banyak yang menyalahgunakan makam tersebut.
"Mohon maaf, untuk nama asli memang tidak boleh diberitahukan kepada siapapun. Selain amanat dari juru kunci sebelumnya, dikhawatirkan akan disalahgunakan oleh oknum tertentu," pungkasnya.
Menurut juru kunci, sejarah makam Ki Ageng Slamet dan Nyai Welas Asih bermula sejak Kerajaan Hindu-Budha. Tepatnya saat berdirinya Kerajaan Majapahit yanh dipimpin oleh Raja Sanjaya.
Baca Juga: Cara Mengatasi Penghasilan Beresiko ads.txt Google Adsense di Blogger: Tinggal Copas!
"Dahulu, daerah sini merupakan tempatnya kerajaan Hindu-Budha. Sehingga disini (Senjoyo) banyak bangunan candi dan patung saat kepemimpinan Pangeran Senjoyo," ungkap Jaryanto.
Dia menambahkan, saat kepemimpinan Raja Sanjaya, daerah Senjoyo merupakan daerah istimewa, yaitu daerah perdikan. Daerah perdikan adalah daerah yang tidak ditarik pajak oleh kerajaan.
Keistimewaan daerah tersebut disebabkan karena Raja Senjoyo memiliki selir (istri kedua) orang Salatiga. Untuk istrinya, dia membuatkan taman yang memiliki sumber mata air di Senjoyo dan Kalitaman.
"Karena mata air di Senjoyo bermanfaat, masyarakat Senjoyo memberikan penghargaan kepada Raja Senjoyo. Penghargaan tersebut berupa penamaan Mata Air Senjoyo yang tertulis di Prasasti Plumpungan pada tahun 837M," tuturnya.
Baca Juga: GRATIS! BLK Al Muchsin Pegandon Kendal Buka Pelatihan Desain Grafis, Ini Syarat dan Cara Daftarnya!
Jaryanto menambahkan, setelah runtuhnya kepemimpinan Raja Senjoyo, masuklah Sunan Kalijaga di Senjoyo. Agama Islam mulai tersebar sejak kehadiran Sunan Kalijaga.
Beberapa waktu kemudian, Sunan Kalijaga memiliki murid bernama Jaka Tingkir. Setelah itu, Joko Tingkir mendidikan Kerajaan Pajang sekaligus menjadi Raja pertama dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Kerajaan Pajang berdiri pada tahun 1549-1582.
"Dari kepemimpinan Joko Tingkir, beberapa candi dan patung dipecah kemudian disebarkan di area Senjoyo. Beberapa diantaranya diletakkan di pemakaman Ki Ageng Slamet dan Nyai Welas Asih," ucap juru kunci makam, berdasarkan asumsinya.
Menurut analisanya, candi dan patung itu dipecah demi tegaknya syiar agama islam. Islam tidak mengajarkan menyembah patung dan memberikan sesaji di candi maupun di depan patung. Oleh karena itu, candi dan patung dipecah belah dan disebarkan di area Senjoyo.
Baca Juga: Cara Mudah Membuat Tombol Subscribe Melayang di Blogger via Edit HTML
Mirisnya, banyak pecahan bebatuan dari candi dan patung tersebut disalahgunakan. Menurutnya, sebagian bebatuan itu diambil oleh oknum tertentu sebagai alat kesaktian dan dijadikan jimat.
"Saya berharap, masyarakat sadar makna berziarah. Ziarah itu bukan untuk mencari kekuatan ataupun kesaktian. Tujuan berziarah adalah mengetahui sejarah dan mendoakan arwah yang dimakamkan," tandas laki-laki dari Senjoyo itu.
Kini, makam Ki Ageng Slamet dan Nyai Welas Asih dikunci untuk menjaga makam agar tidak disalahgunakan. Sehingga pengunjung yang ingin masuk ke dalam ruangan makam diharuskan menghubungi juru kunci makam, Bapak Jaryanto.
Minimnya informasi tentang Ki Ageng Slamet dan Nyai Welas Asih, hingga saat ini belum terungkap kisahnya. Juru kunci makam, Jaryanto, tidak mengetahui kisah perjuangan mereka. Menurutnya, Ki Ageng Slamet dan Nyai Welas Asih adalah sosok yang berperan penting untuk Kerajaan Pajang dan Senjoyo.
Baca Juga: Istilah Finishing Spanduk MMT, Ada Simming, Keling dan Kolong
"Saya sendiri tidak tahu secara rinci kisah mereka. Berdasarkan asumsi saya, yang mengetahui kisah perjuangan mereka adalah keturunannya langsung," katanya.
Menurut Jaryanto, peziarah yang mendatangi makam Ki Ageng Slamet dan Nyai Welas Asih itu dari berbagai kalangan. Mulai dari masyarakat biasa, santri, orang keraton hingga pengunjung dari luar kota. Bahkan banyak diantara mereka bukan dari agama islam, seperti hindu, budha hingga kong hu chu.
"Mereka mendoakan sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Meski dari berbagai agama, tujuannya tetap sama yaitu mendoakan arwah sang mayit," tandasnya.
Sumber Artikel:
Liputan Langsung Bersama Tim Magang Suara Merdeka Semarang
Komentar0