Asifbaproject.com - Berikut macam aneka yteori sosiaologi yang telah dirangkum oleh Asifba Project semasa kuliah.
TEORI-TEORI SOSIOLOGI
Dibuat untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Sosiologi Komunikasi
Dosen Pengampu : Sutrisno, M.Pd.I.
Oleh :
Asifba Project
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Teori-teori Sosiologi” tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari dari kata sempurna. Dengan ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya untuk pembaca.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Salatiga, 27 Februari 2018
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori .............................................................................. 2
B. Macam-macam Teori Sosiologi
1. Teori Fungsionalisme Struktural .............................................. 2
2. Teori konflik ............................................................................. 4
3. Teori interaksionalisme simbolik ............................................. 5
4. Teori peran ................................................................................ 7
5. Teori labelling ........................................................................... 8
6. Teori kepntingan ....................................................................... 10
7. Teori sosiologi radikal .............................................................. 12
8. Positivisme dan Non-positivisme ............................................. 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana layaknya suatu disiplin ilmu sosial yang lain berusaha menghindari apa yang lazim disebut the common prejudice (prasangka). Salah satu cara yang diyakini paling efektif untuk menghindarinya adalah dengan melakukan pengujian ide di lapangan. Konsekuensi dari pemikiran semacam ini adalah suatu pemikiran seharusnya diangkat, dikembangkan bahkan mungkin diubah melalui suatu penelitian lapangan.
Kemampuan sebuah disiplin ilmu sangat ditentukan oleh kesanggupannya membuat sintesis teori dan penelitian. Usaha melakukan pengujian ide secara kritis ini pulalah sebenarnya yang membedakan antara pendekatan yang ilmiah dengan yang bukan ilmiah. Pendekaan dan penelitian menghasilkan sebuah teori. Dengan demikian, teori mudah dipahami orang aam yang belum melakukan penelitian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan teori sosiologi?
2. Apa saja teori-teori sosiologi?
3. Bagaimana konsep dasar dari beberapa teori tersebut?
C. Tujuan
1. Untuk memahami teori sosiologi
2. Untuk mengetahui teori-teori sosiologi.
3. Untuk mengetahui konsep dasar dari beberapa teori tersebut.
BAB II
PEMBHASAN
A. Pengertian Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, devinisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan variabel dan antar variabel dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Teori merupakan analisis hubungan antara beberapa fakta. Teori adalah suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Teori sosiologi adalah suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya yang berkaitan dengan sosiologi.
B. Macam-macam Teori Sosiologi
1. Teori Fungsionalisme Struktural
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu teori yang menganggap stratifikasi sosial adalah sebuah keniscayaan. Setiap masyarakat yang bekerja dalam sebuah sistem yang terstratifiksi dan semuanya berfungsi sesuai kebutuhan sistem sosial.
Stratifikasi merupakan kebutuhan dari sebuah sistem. Stratifikasi bukan siapa yang menduduki jabatan tertentu, akan tetapi tetang posisi sosial suatu sistem. Jika salah satu sistem sosial tidak bekerja, maka sistem sosial akan kacau.
Teori ini sangat mengacu pada sistem tubuh. Anggaplah badan kita sebagai suatu sitem. Sebagai suatu sistem, badan mempunyai kebutuhan tertentu dan memerlukan pemeliharaan bagi keberadaannya, misalnya kebutuhan rata-rata suhu tubuh (pada angka tertentu secara konstan).
Apabila suhu tubuh sesuai dengan kebutuhan badan berarti ada keseimbangan (equilibrium). Apabila suhu tubuh terlalu panas, keseimbangan itu akan terganggu, badan kita akan berkeringat dan setelah itu akan kembali berada pada keseimbangan lagi. Berkeringat adalah menjadi fungsional dalam usaha mencari keseimbangan. Pada contoh tersebut terlihat bahwa konsep sistem adalah integral atau membentuk satu kesatuan yang saling bergantung dan berkaitan.
Sistem sosialisasi ditandai oleh empat ciri yaitu: batas (boundaries), bagian-bagian (part) yang saling tergantung, kebutuhan (needs or requirements) dan keseimbangan (equilibrium). Dengan adanya batas, kita dapat mengidentifikasi bagian-bagian mana yang termasuk dalam sistem dan bagian-bagian mana yang termasuk dalam sistem dan bagian-bagian mana yang tidak termasuk didalamnya.
Masing-masing bagian dalam sistem tersebut saling bergantung satu sama lain. apabila suatu bagian terganggu, maka bagian yang lain juga ikut terganggu. Disamping itu semua bagian dari sistem tersebut harus tercukupi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Tidak hanya bisa salah satu bagian saja tercukupi sementara bagian yang lain terbengkelai.
Supaya bagian-bagian yang ada itu dapat berjalan perlu ada keseimbangan. Sistem itu akan rusak apabila keseimbangan tidak dijaga. Bersamaan dengan tuntutan keadaan kebutuhan masing-masing bagian-bagian yang ada itu terus berkembang dan berubah. Keadaan demikian membuat keseimbangan bersifat dinamis (dynamic equilibeium).
Konsep sistem sosial telah membuat suatu pandangan struktural, sedangkan penafsiran terhadap fungsi bagian-bagian dari sistem tersebut membuat pandangan fungsional. Kesatuan konsep dan penafsiran tersebut melahirkan sebutan fungsionalisme struktural (structural functionalism).
Gagasan intidari teori ini adalah sistem sosial itu ibarat organ tubuh. Tokoh dari teori fungsionalosme struktural ini adalah: Emile Durkheim dan Talcott Persons.
2. Teori Konflik
Teori konflik berkembang sebagai reaksi teori fungsionalisme struktural. Teori konflik melihat relasi sosial dalam sebuah sistem sosial sebagai pertentangan kepentingan yang berbeda. Perbedaan kepentingan ini ada karena beberapa sebab. Pertama, manusia memiliki pandangan subjektif terhadap dunia. Kedua, hubungan sosial adalah hubungan saling mempengaruhi atau orang memiliki efek pengaruh terhadap orang lain. Ketiga, efek pengaruh tersebut merupakan potensi konflik interpersonal. Dengan demikian, stratifikasi sosial berisi relasi yang sifatnya konfliktual.
Dalam teori ini masyarakat dilihat sebagai sesuatu yang selalu berubah, terutama sebagai akibat dari dinamika pemegang kekuasaan yang terus berusaha memelihara dan meningkatkan posisinya. Berbeda dengan teori fungsionalisme struktural yang percaya bahwa kelompok-kelompok terintegrasi sedemikian rupa serta membentuk suatu hubungan yang komplementer, teori struktural-konflik beranggapan bahwa kelompok-kelompok tersebut mempunyai tujuan sendiri yang beragam, tidak pernah terintegrasi.
Dalam mencapai tujuannya, suatu kelompok sering kali harus mengorbankan kelompok lain. Oleh karena itu konflik selalu muncul, dan kelompok yang tergolong kuat setiap saat selalu berusaha meningkatkan posisinya dan memelihara dominasinya. Perjuangan merebut, mengembangkan dan mempertahankan kekuasaan terus menerus berlangsung. Stabilitas hanya terjadi sesaat yaitu tatkala dominasi suatu kelompok harus memelihara keseimbangan kekuasaan dengan kelompok lain. sesudah itu konflik sosial mewarnai kehidupan lagi.
Ciri lain dari teori konflik adalah cenderung memandang nilai, ide dan moral sebagai rasionalisasi untuk keberadaan kelompok yang berkuasa. Dasar suatu perubahan karena itu, tidak terdapat pada nilai-nilai individual tetapi pada struktur masyarakat. Dengan demikian, kekuasaan tidak melekat dalam diri individu, tetapi pada posisi orang dalam masyarakat.
Seseorang mempunyai kekuasaan bukan karena karakteristik personalnya, juga bukan karena kualitas pribadinya, tetapi karena mempunyai kemampuan mengontrol sumber-sumber seperti uang atau alat produksi. Pandangan ini juga menekankan bahwa fakta sosial adalah bagian dari masyarakat dan eksternal dari sifat-sifat individual.
Ringkas kata, teori konflik juga fungsionalisme struktural adalah berorientasi pada studi struktural sosial dan lembaga-lembaga sosial. Hanya bedanya fungsionalisme struktural melihat masyarakat adalah statis dan tersusun rapi dan masing-masing bagiannya menyumbangkan stabilitas dan menyebarkan nilai untuk memelihara kohesi. Sedangkan teori konflik memandang masyarakat terus-menerus berubah dan masing-masing bagian dalam masyarakat potensial memacu dan menciptakan perubahan sosial. Dalam konteks pemeliharaan tatanan sosial (order) teori ini lebih menekankan pada peranan kekuasaan.
Gagasan inti dari teori ini adalah struktur relasi sosial dibentuk oleh konflik kepentingan. Tokoh dari teori ini adalah Karl Marx dan Randal Collins.
3. Teori Interaksionalime Simbolik
Prinsip dasar teori ini adalah manusia memiiki kapasitas uuntuk berfikir. Pemikirannya dibentuk oleh interaksi sosial. Dalam proses interaksi, manusia mempelajari makna dan simbol-simbol yang megrahkannya kepada kapasitas menjadi berbeda dengan yang lainnya. Makna dan simbol memungkinkan manusia untuk berinteraksi dan bertidak berbeda-beda.
Misalnya, orang akan memaknai kesuksesan itu berbeda-beda, atau perbedaan bahasa tiap suku juga berbeda. Manuia mampu memodifikasi atau mengubah makna yang mereka gunakan dalam proses interaksi sesuai dengan situasi sosial. Mengubah makna dan simbol mempertimbagkan untung dan rugi, kemudian memilih salah satunya. Perbedaan pola tindakan dan interaksi menciptakan perbedaan kelompok dalam masyarakat.
Teori ini menolak anggapan bahwa fakta sosial adalah sesuatu yang determinan terhadap fakta sosial yang lain. Teori ini juga tidak menempatkan masyarakat sebagai satu set struktur yang berbeda dengan orang. Bagi teori ini, orang sebagai makhluk hidup diyakini mempunyai perasaan dan pikiran. Dengan perasaan dan pikirannya orang mampu bertingkah laku sesuai dengan interpretasinya sendiri. Sikap dan tindakan orang tidaklah ‘dipaksa’ oleh struktur yang berada diluarnya (yang membingkainya). Sikap dan tindakan orang tidak semata-mata ditentukan oleh masyarakat.
Orang juga tidak hanya secara pasif menerima norma dan nilai masyarakat. Sebaliknya, orang dianggap bukan hanya mempunyai kemampuan belajar nilai dan norma masyarakatnya, melainkan juga bisa menemukan, menciptakan dan membuat nilai dan norma sosial (yang sebagian benar-benar baru). Karenanya orang dapat membuat, menafsirkan, merencanakan dan mengontrol lingkungannya. Orang tidak hanya beraksi tetapi juga melakukan aksi.
Makna dan simbol sangat penting. Simbol adalah tanda, gerak isyarat dan bahasa. Simbol adalah sesuatu yang mengganti sesuatu yang lain. sebuah kata adalah terjemahan atau sebagai ganti barang. Bagi pendekatan interaksionisme simbolik penggunaan kata-kata dan bahasa membuat manusia sebagai makhluk yang unik diantara makhluk-makhluk lain. Organisasi sosial diciptakan, dipelihara, dan berubah karena kapasitas orang menciptakan simbol. Dalam hidup bermasyarakat orang mengadopsi simbol yang membuat sikap dan tingkah lakunya tidak semata-mata didasarkan pada instincts. Karena dalam hidup bermasyarakat orang menyepakati makna suatu simbol dan kemudian mendistribusikannya.
4. Teori Peran
Prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh fungsionalisme, teori konflik maupun interaksionisme kini memperoleh bentuk-bentuk baru yang semakin kompleks. Bahkan kemudian muncul tawaran teori lain, salah satu diantaranya adalah casual role theory.
Teori ini beranggapan bahwa orang dalam hidup bermasyarakat senantiasa berusaha melakukan peran seperti dikehendaki oleh orang lain. dengan demikian, identitas seseorang adalah dibentuk dalam rangka memberi respon dari perlakuan dan harapan orang lain. Dengan kata lain, tindakan seseorang lahir sebagai produk dari bagaimana orang lain memperlakukan dirinya, sekaligus sebagai hasil dari keinginannya sendiri bagaimana supaya dapat diterima oleh orang lain.
Teori ini bukan hanya mengabaikan perjalanan sejarah pribadi seseorang sehingga ia melakukan tingkah laku tertentu, tetapi juga mengabaikan sejumlah tekanan-tekanan pribadi pada saat tindakan tersebut dilakukan.
Dalam situasi stabil, peran tidaklah sekedar kesempatan melakukan tindakan, tetapi lebih daripada itu adalah cara bagaimana kontak dan komunikasi seharusnya dilakukan. Peran yang melekat dalam diri seseorang memungkinkan ia mengekspresikan emosinya dan memperlihatkan ekstensinya. Peran telah memungkinkan orang membangun pola bertingkahlaku dan bersikap, dan didalam peran terendap pula strategi bagaimana seharusnya menguasai berbagai macam situasi. Peran adalah sesuatu yang dapat dimainkan sehingga seseorang dapat diidentifikasi perbedaannya dengan orang lain. peran memberikan ukuran dasar bagaimana seseorang seharusnya diperlakukan dan ditempatkan dalam masyarakat.
5. Teori Labelling
Teori yang juga memfokuskan perhatiannya pada masalah peran adalah teori labelling. Berbeda dengn casual role theoryyang dilandasi bahwa masyarakat adalah stabil dan penuh konsensus, teori labellingsebaiknya didalam masyarakat terdapat berbagai penyimpangan. Teori ini menawarkan pemahaman bagaimana anggota masyarakat mengadopsi peran yang menyimpang, dan kemudian lembaga-lembaga yang dibentuk untuk melakukan fungsi kontrol sosial berusaha menghentikan dan merehabilitasinya.
Teori labelling percaya bahwa penyimpangan adalah produk dari serangkaian tindakan yang diambil oleh lembaga-lembaga yang dibentuk untuk melakukan fungsi kontrol sosial itu sendiri. Kelompok-kelompok seperti polisi, pengadilan, badan-badan atau pekerja-pekerja sosial yang menangani masalah narkotika, minum-minuman keras, kenakalan remaja dan sebagainya, ternyata tidak mampu mencegah munculnya penyimpangan, tetapi sebaiknya justru menciptakan penyimpangan semamkin beragam dan canggih.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh teori labelling dalam memahami usaha tingkah laku menyimpang adalah sebagai berikut:
a. Pertama, mengidentifikasi serangkaian karakteristik atau tindakan seseorang (yang dilakukan secara individual), kemudian mengkategorikan orang tersebut sebagai salah satu dari calon yang dipilih menjadi bagian dari suatu studi penyimpangan. Penyimpangan dalam konteks ini biasanya dikategorikan sebagai primary deviance, atau penyimpangan yang dilakukan tanpa disertai oleh motivasi kuat untuk melakukannya.
b. Kedua, mengidentifikasi bagaimana orang-orang lain akan memperlakukan orang tadi dengan label yang diberikan kepadanya. Teori labeling kemudian lebih memfokuskan perhatiannya pada status orang yang dijadikan objek studi. Label memberikan indikasi bahwa orang harus diperlakukan berbeda dalam segala hal karena ia secara kualitatif dianggap tidak normal atau berbeda dengan anggota masyarakat yang lain. sebagai contoh orang yang melakukan homoseksualitas, ternyata tidaklah semata-mata dianggap memiliki selera seksual yang berbeda, tetapi lebih daripada itu adalah dianggap mempunyai tipe tingkat kepuasan yang sangat khusus dalam hidupnya.
c. Ketiga, mengetahui tipe tindakan (reaksi) yang dilakukan oleh orang yang melakukan penyimpangan primer tadi setelah memperoleh perlakuan tertentu dari orang-orang lain disekelilingnya, terutama mengidentifikasi bagaimana ia mengadopsi perlakuan tersebut. Perlakuan orang-orang lain tersebut terwujud dalam bentuk reaksi sosial, dan selanjutnya bukan hanya semakin mengukuhkan tingkah laku yang menyimpang melainkan juga menciptakan penyimpangan lain. penyimpangan yang berikutnya ini disebut penyimpangan sekunder (secondary diviance), atau penyimpangan yang diekspresikan sebagai upaya untuk menjawab atau menguasai reaksi sosial tadi.
d. Keempat, membahas masalah stabilitas pola interaksi diantara mereka yang memberi label menyimpang dan orang yang diberi label menyimpang. Kemudian mendiskusikan implikasi temuan-temuan pada tindakan yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penyimpangan tadi. Proses labelling seringkali sukar sekali berubah. Pada kasus-kasus tertentu ditujukan bahwa labelling yang pertama menciptakan proses penyimpangan tertentu menjadi menguat, dan hal ini bisa menimbulkan penyimpangan kedua (baru). Apabila hal ini terjadi, kontrol sosial menjadi lebih keras, dan selanjutnya akan menciptakan penyimpangan-penyimpangan yang lain.
6. Teori Kepentingan
Sosiologi juga dikenal teori kepentingan. Asumsi dasar teori ini adalah berbagai bentuk tindakan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat adalah rasional. Teori kepentingan mempelajari situasi dari pandangan eksternal, dan tidak memfokuskan perhatiannya pada kesadaran orang. Teori ini juga tidak mempersoalkan apakah tindakan itu tergolong rasional murni atau hanya buatan. Setiap anggota masyarakat dianggap melakukan tindakan terutama untuk memenuhi kepentingannya, yang didasarkan oleh perhitungan rasional murni ataukah buatan.
Setiap anggota masyarakat dianggap melakukan tindakan terutama untuk memenuhi kepentingannya, yang didasarkan oleh perhitungan rasional, bukan atas dasar perasaan, (meskipun sudah barang tentu tetap ada pertimbangan moral). Pada saat analilisis teori kepentingan dipergunakan untuk memahami lembaga, seperti perusahaan atau organisasi politik maka teori kepentingan beranggapan bahwa segala bentuk tindakan yang datang dari lembaga tersebut adalah menuntungkan.
Berikut disampaikan beberapa hal yang lazim dilakukan untuk membuat analisis fenomena sosial dalam kerangka teori kepentingan:
a. Pertama,mengidentifikasi atribut-atribut kepentingan dalam situasi tertentu. Identifikasi itu bisa diawali dari membangun image tentang ciri sebuah kelompok, kemudian membuat spesifikasi kepentingannya. Upaya membangun imagedilakukan melalui perbendaharaan pengetahuan mengenai nilai-nilai sosial tertentu yang melekat dalam diri para anggota kelompok tersebut. Sebagai contoh seorang pembeli berkepentingan memperoleh lapangan kerja, seorang politisi berkepentingan memperoleh kekuasaan dan sebagainya.
b. Kedua, menggambarkan kondisi pelbagai bentuk institusi sosial yang mereka pergunakan untuk memnuhi kepentingan. Bersamaan dengan itu diidentifikasi ragam mekanisme yang dipilih untuk memenuhi kepentingan.
c. Ketiga, menggambarkan bahwa setiap usaha untuk memenuhi kepentingan selalu dilandasi oleh pertimbangan rasional. Dengan asumsi semacam itu, maka analisis yang ditawarkan oleh teori kepentingan tampak mengabaikan pembahasan tentang keterbatasan kemampuan orang atau kelompok untuk melakukan tindakan secara efektif dalam upaya memenuhi kepentingan.
d. Keempat,mengidentifikasi seberapa besar kekuasaan yang dimiliki oleh individu atau kelompok yang sedang berjuang memenuhi kepentingan tersebut.
e. Kelima, membuat analisis pelbagai bentuk kegiatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok tersebut, dengan memerhatikan kepentingan dan kekuasaan yang dimiliki. Dalam konteks ini, dibutuhkan pelacakan tentang sasaran-sasaran yang hendak dicapai serta ragam kepentingan dan kekuasaan kelompok lain. Asumsinya adalah mereka memahami konsekuensi strategi yang dipilih serta kemungkinan hasil yang diperoleh.
f. Keenam,mengidentifikasikan implikasi proses pertarungan memenuhi kepentingan. Perhatian masalah ini dapat membuka perbendaharaan pengetahuan tentang kemungkinan terjadi konflik atau justru terjadi kerja sama. Berbeda dengan pendekatan Marxis, kepentingan tidak selalu berada pada tataran struktur (pengaturan borjuis dan proletar), tetapi juga terjadi dalam kelompok. Proses memenuhi kepentingan tidak selamanya disertai konflik. Kekuasaan dikonsepsikan sebagai kapasitas untuk mencapai tujuan, karena itu proses memenuhi kepentingan pada suatu saat dilakukan melalui konflik, tetapi pada saat yang lain dirasakan justru lebih efektif dilakukan melalui kerja sama. Situasi lingkungan berpengaruh kuat terhadap pilihan strategi dicapai melalui konflik atau kerja sama.
Fokus perhatian teori kepentingan adalah membangun image tentang ciri sebuah kelompok.
7. Teori Sosiologi Radikal
Dalam sosiologi berkembang pula teori sosiologi radikal (radical sociologi). Sosiologi radikal menolak bentuk masyarakat kapitalis maupun komunis, dan sebagai gantinya menawarkan bentuk masyarakat yang benar-benar tidak mempunyai pamrih untuk memperoleh keuntungan. Asumsinya adalah kehidupan masyarakat modern ditandai oleh konflik kepentingan. Kelompok yang dominan cenderung meningkatkan kekayaan dan hak-hak istimewanya dengan cara mempertahankannya status quo. Dilain pihak, kelompok yang berada di bawah atau yang merasa tertindas, melakukan berbagai macam perlawanan terutama mempersoalkan kembali bentuk distribusi sumber ekonomi. Itulah sebabnya mereka berkepentingan sekali menciptakan suatu bentuk masyarakat yang tidak dilekati kesenjangan, mereka mendambakan sebuah tatanan masyarakat yang diendapi kebebasan. Potensi konflik yang terdapat dalam kehidupan masyarakat modern adalah tatkala kelompok yang berada pada posisi subordinasi melakukan perlawanan untuk menghindari penindasan eksploitasi.
Adapun langkah-langkah yang dibangun adalah sebagai berikut:
a. Memberikan kritik terhadap interpretasi segala bentuk aktivitas yang menciptakan keadaan yang penuh konsensus, smooth functioning, dan stabil.
b. Mengidentifikasi struktur penindasan dan memperlihatkan bahwa struktur tersebut telah merugikan banyak orang.
c. Melakukan pembelaan kepentingan kelompok yang dieksploitasi, kemudian memperlihatkan bahwa kepentingan mereka berbeda sekali dengan kelompok yang menindas.
8. Positivisme versus Non-positivisme
Antologi, epistemologi, metodologi dan metode dapat didiskusikan secara terpisah, namun sebenarnya tidak berdiri sendiri. Keempat aspek tersebut saling berkaitan satu sama lain. persoalan metodologi dan metode misalnya, sangat dipengaruhi oleh ontologi dan epistemologi yang dipilih. Dengan kata lain, cara yang dipilih untuk membangun sebuah pengetahuan serta teknik-teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan bukti atau data pendukungnya, tidak bisa dilepaskan dari image kita tentang realitas yang berkaitan dengan pengetahuan tersebutserta bangunan pikir kita dalam memahaminya.
Ontologi dan epistemologi yang berbeda akan melahirkan metodologi dan metode penelitian yang berbeda pula. Perkembangan ilmu sosial modern pada saat ini ditandai oleh perdebatan yang belum tuntas tentang realitas sosial tersebut. Perkembangan ilmu sosial modern pada saat ini ditandai oleh bermacam-macam pendekatan terhadap realitas sosial. Kecenderungan serupa terjadi dalam sosiologi. Sosiologi ditandai oleh bermacam-macam metode atau teknik mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data. Secara umum perspektif tersebut dapat dipilah ke dalam dua kategori, positivisme dan non-positivisme (humanism and critical interpretation).
Positivisme yakin bahwa realitas sosial dapat dibuat klasifikasi dan keberadaannya dapat digambarkan dalam sebuah simbol dengan atribut tertentu. Hampir semua simbol tersebut diambil dari bahasa yang dipakai dan oleh karena itu memungkinkan kita menunjuk pada aspek-aspek tertentu yang telah ada atau yang sebenarnya sudah mempunyai makna.
Pendekatan dalam bingkai positivisme bertolak belakang dengan pendekatan dalam bingkai non-positivisme (humanism and critical interpretation). Dalam pendekatan yang disebutkan terakhir ini sejak awal telah dipasang rambu-rambu bahwa prinsip-prinsip yang terdapat dalam ilmu-ilmu alam tidak bisa diambil dan dimasukkan begitu saja ke dalam ilmu-ilmu sosial.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori adalah suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Teori sosiologi adalah suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya yang berkaitan dengan sosiologi.
Teori sosiologi memiliki banyak cabang. Diantaranya, Teori fungsionalisme struktural, teori konflik, teori interaksionalisme simbolik, teori peran, teori labelling, teori kepntingan dan teori sosiologi radikal.
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu teori yang menganggap stratifikasi sosial adalah sebuah keniscayaan. Setiap masyarakat yang bekerja dalam sebuah sistem yang terstratifiksi dan semuanya berfungsi sesuai kebutuhan sistem sosial.
Teori konflik berkembang sebagai reaksi teori fungsionalisme struktural. Teori konflik melihat relasi sosial dalam sebuah sistem sosial sebagai pertentangan kepentingan yang berbeda.
Prinsip dasar teori interaksionalisme simbolik adalah manusia memiiki kapasitas uuntuk berfikir. Pemikirannya dibentuk olehinteraksi sosial. Dalam proses interaksi, manusia mempelajari makna dan simbol-simbol yang megrahkannya kepada kapasitas menjadi berbeda dengan yang lainnya.
Teori peran beranggapan bahwa orang dalam hidup bermasyarakat senantiasa berusaha melakukan peran seperti dikehendaki oleh orang lain. dengan demikian, identitas seseorang dibentuk dalam rangka memberi respon dari perlakuan dan harapan orang lain.
Teori labelling menawarkan pemahaman bagaimana anggota masyarakat mengadopsi peran yang menyimpang, dan kemudian lembaga-lembaga yang dibentuk untuk melakukan fungsi kontrol sosial berusaha menghentikan dan merehabilitasinya.
Dasar teori kepentingan adalah berbagai bentuk tindakan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat adalah rasional. Teori kepentingan mempelajari situasi dari pandangan eksternal, dan tidak memfokuskan perhatiannya pada kesadaran orang.\
Teori sosiologi radikal menolak bentuk masyarakat kapitalis maupun komunis, dan sebagai gantinya menawarkan bentuk masyarakat yang benar-benar tidak mempunyai pamrih untuk memperoleh keuntungan.
B. Saran
Dalam mempelajari berbagai teori sosiologi dianjurkan untuk berkonsentrasi penuh. Karena banyak pembahasa bersifat filosofis da
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Wardi. 2006. Sosiologi Klasik. PT Remaja Rosdakarya: Bandung.
Usman, Sunyoto. 2012. Sosiologi: Sejarah Teori dan Metodologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ritzer, Dougas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan. Yogyakarta: Kreasi Wacana
Komentar0